Latar Belakang
Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki hutan mangrove terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia dan hidup serta tumbuh berkembang pada lokasi-lokasi yang mempunyai hubungan pengaruh pasang air (pasang surut) yang merembes pada aliran sungai yang terdapat di sepanjang pesisir pantai. Hutan mangrove adalah tipe hutan yang ditumbuhi dengan pohon bakau (mangrove) yang khas terdapat di sepanjang pantai atau muara sungai dan dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Mangrove merupakan ekosistem yang kompleks terdiri atas flora dan fauna daerah pantai, hidup sekaligus di habitat daratan dan air laut, antara batas air pasang dan surut (Patang, 2012). Ekosistem mangrove berperan dalam melindungi garis pantai dari erosi, gelombang laut dan angin topan, serta berperan juga sebagai buffer (perisai alam) dan menstabilkan tanah dengan menangkap dan memerangkap endapan material dari darat yang terbawa air sungai dan yang kemudian terbawa ke tengah laut oleh arus. Hutan mangrove mempunyai fungsi ganda dan merupakan mata rantai yang sangat penting dalam memelihara keseimbangan siklus biologi di suatu perairan. Ekosistem mangrove selain melindungi pantai dari gelombang dan angin juga merupakan tempat yang dipenuhi oleh kehidupan lain seperti mamalia, amfibi, reptil, burung, kepiting, ikan, primata, dan serangga. Hutan mangrove merupakan suatu ekosistem yang mempunyai peranan penting ditinjau dari sisi ekologis maupun aspek sosial ekonomi (Talib, 2008).
Kondisi tersebut mengakibatkan ekosistem mangrove bersifat unik, yaitu sebagai penghubung antara daratan dengan perairan laut sehingga akan terjadi percampuran antara organisme daratan dan lautan. Hutan mangrove adalah bagian dari komunitas pantai tropik yang didominasi oleh beberapa spesies pohon yang khas atau semak-semak yang mempunyai kemampuan untuk tumbuh di perairan asin (Nybakken, 1992). Mangrove menciptakan habitat bagi banyak komunitas organisme lain, dan melalui fotosintesis mangrove menyediakan energi dasar bagi sebuah ekosistem yang luar biasa (Hogart, 2007).
Sistem hutan mangrove adalah yang paling produktif diantara sistem bumi. Produktivitas umumnya ditingkatkan oleh perairan yang dangkal yang merupakan sifat dari sistem estuary alami, menguntungkan kelangsungan hidup dan pertumbuhan hampir seluruh organisme. Suatu kombinasi dari produktivitas alami yang tinggi dan air payau yang dangkal bersama-sama menyediakan habitat yang beranekaragam dan baik yang mendukung hidup hewan yang juga beranekaragam dan luas dalam berbagai tingkatan daur hidup.
Sebagai daerah peralihan antara laut dan darat, ekosistem mangrove memiliki gradien sifat lingkungan yang tajam. Karakteristik ekosistem mangrove yang khas ini menyebabkan hutan mangrove memiliki berbagai fungsi, baik dari segi fisik, biologis/ekologis maupun sosial ekonomi. Berdasarkan fungsi fisiknya, hutan mangrove memiliki peranan penting dalam melindungi pantai dari gelombang besar, angin kencang dan badai. Mangrove juga dapat melindungi pantai dari abrasi, menahan lumpur, mencegah intrusi air laut dan juga menangkap sedimen. Secara ekonomis hasil hutan mangrove baik kayu maupun non kayu dapat dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai bahan konstruksi, kayu bakar, bahan baku kertas, bahan makanan, kerajinan, obat-obatan, pariwisata, dan masih banyak lagi (Kustanti, 2011); sedangkan dari segi biologis, mangrove merupakan tempat ideal untuk berpijah (nursery ground) dari berbagai jenis larva ikan dan udang yang bernilai ekonomi penting (Wibisono, 2005). Berbagai fungsi dan manfaat hutan mangrove bagi kedua ekosistem tersebut tidak lepas dari keberadaan perakaran mangrove yang juga memiliki berbagai keunikan. Bentuk perakaran mangrove yang unik tersebut mampu terendam dalam air yang kadar garamnya bervariasi dan mampu meredam gerak pasang surut air laut sehingga secara fisik berfungsi sebagai pelindung pantai (Tjardhana dan Purwanto, 1995). Selain itu, adanya perakaran mangrove mampu menjadi penghalang bagi luruhan daun yang gugur atau seresah agar tidak terbawa arus sehingga dapat digunakan sebagai sumber bahan organik.
Pengelolaan mangrove berkelanjutan menjadi pilihan wajib agar pemanfaatan dan pengelolaan ekosistem mangrove lestari oleh masyarakat dapat terwujud. Universitas Pattimura (Unpatti) melalui program Matching Fund Kedaireka bekerjasama dengan Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) Republik Indonesia melaksanakan kegiatan pengembangan kawasan eduekowisata mangrove berbasis masyarakat pesisir di Provinsi Papua Barat. Salah satu kegiatan di dalamnya adalah sekolah lapang tentang pengelolaan mangrove bagi masyarakat dan tambak ramah lingkungan di Papua Barat. Dalam rangka mewujudkan tujuan kegiatan, Unpatti mengajak masyarakat setempat dan mahasiswa Unpatti untuk berpartisipasi dalam memanfaatkan dan mengelola ekosistem mangrove. Program redesain pengelolaan ekosistem mangrove di Papua Barat adalah program yang berdampak tinggi kepada kelestarian lingkungan. Jika dilihat dari perilaku warga yang memanfaatkan ekosistem mangrove untuk tambak dengan menggunakan cara tradisional maka Smart Aquaculture akan membantu merubah perilaku mengelola tambak dengan tetap menjaga kelestarian alam.
Tujuan
- Meningkatkan kesadaran dan kepedulian masyarakat akan potensi mangrove bagi lingkungan dan kondisi sosial ekonomi masyarakat serta menjaga kelestariannya.
- Meningkatkan keterampilan masyarakat mengelola mangrove secara berkelanjutan.
- Merancang dan mengembangkan kawasan eduekowisata mangrove di Papua Barat.
- Mempermudah perencanaan tata guna lahan, areal yang dilindungi, dan pengembangan ekonomi lokal
Luaran
- Masyarakat terampil mengelola lahan mangrove secara lestari.
- Kurikulum bermuatan lokal tentang pengelolaan mangrove dan bahan ajar/buku ajar tentang pengelolaan mangrove.
- Media sosialisasi dan media promosi
- Produk berbasis mangrove
- Wisata alam, camping ground dan wisata pendidikan; aquakultur